Tak ada filosofi yang mendasarinya. Cuma, kata Ari, pada 2005
silam, ketika dia baru menjalani bisnis ini, di Bandung, Jawa Barat,
Gunung Merapi tengah meletus. Jadilah nama usahanya seperti itu.
Awalnya, dia mengikuti jejak sukses sang kakak yang terlebih dulu
menjalani usaha ini. “Ide sebenarnya berawal dari usaha kakak yang baru
tiga bulan buka namun langsung mendapat sambutan yang baik dari
pembeli,” paparnya, kemarin.
Tergiur melihat keberhasilan usaha sang
kakak, motivasi usaha Ari bangkit. Dia kemudian berguru pada sang kakak
selama satu bulan. “Sekalipun saudara, soal bumbu dan cita rasanya
sangat rahasia dan tidak terbuka,” tandasnya.
Setelah cukup ilmu, Ari lantas membuka usaha sendiri. Modal awalnya cuma Rp 2 juta. Kini, jangan mengernyitkan dahi keheranan kalau Ari mengaku omsetnya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. “Kini saya tinggal menikmati manisnya saja,” katanya.
Awalnya memang tak mudah memasarkan
singkong keju. Pelanggan masih menganggapnya sekadar singkong goreng
biasa. Bahkan hanya untuk memasarkan, ia sempat menyebarkan brosur ke
tempat keramaian. Namun, kini, masyarakat mulai memburu. Bahkan, di saat
week-end, pembeli dari Jakarta memburu singkong keju buatannya ke
Bandung.
Dalam dua hari, Ari
menghabiskan 700 kg singkong dan 3,5 kg keju kraf. Bahkan, suatu saat
dia pernah menghabiskan 17 kuintal singkong per hari sehingga kewalahan
melayani tamu. Ari menjual singkong buatannya dalam dua kategori. Harga
singkong dalam boks ukuran kecil, Rp 7.000. Sedang kan harga singkong
keju dalam boks besar Rp 10.000.
Ari mengaku, untuk menjalankan usaha ini
relatif gampang. Soalnya, dari segi tempat tak memerlukan lokasi yang
mewah. Di kaki lima pun pelanggan memburu. “Pembeli dari berbagai
kalangan bisa menikmati camilan gurih yang khas ini,” tandasnya.
0 comments:
Post a Comment